Di sela kesibukanku mengerjakan soal-soal tes siang itu, aku sempatkan melirik sesosok perempuan dewasa yang duduk di pojok: seorang guru yang bertugas mengawas di ruanganku. Orang yang baru saja membuat aku dan teman-temanku merasa was-was. Aku sudah lupa bagaimana detail perasaanku kepadanya saat itu. Mungkin ada sedikit rasa tak suka di sana, saat itu.
***
Aku yakin bukan hanya aku yang 'kurang suka' kepadanya, saat itu. Hari-hari awal tahun kulalui dengan rasa kurang ikhlas menerimanya.
***
Suatu hari, ia duduk di depan kelas sembari menjelaskan materi. Ia minta izin untuk terus duduk karena sedang tak enak badan. Saat itu, ada desiran kekaguman atas dedikasinya yang kurasa.
***
Siang itu aku dekat sekali dengannya. Aku banyak bercerita kepadanya. Semua yang membebani pikiran aku ungkapkan kepadanya. Dan aku merasa mendapatkan bala bantuan, mendapat seorang kawan, seorang supporter, yang beberapa hari sebelumnya tidak aku miliki. Ya, siang itu aku kembali merasa berkawan setelah berhari-hari merasa sendiri. Aku mendapatkan tiang sandaran untuk mimpi yang hampir roboh, mati sebelum berkembang.
***
Aku ingat siang itu dan beberapa hari itu. Dia berkali-kali mengucap doa agar impianku tercapai. Sungguh itu suatu dukungan yang sangat berarti bagiku, suntikan semangat yang memang aku butuhkan.
Saat itu juga aku sadar bahwa dulu aku pernah salah menilainya. Aku telah terlalu terburu-buru melabelinya.
Kini yang ada adalah rasa hormat dan sungkan tiap kali mengenang maupun bertemu langsung dengannya.
Teruntuk seorang Pahlawan Tanpa Tanda Jasa... Maaf dan terima kasih...