Jumat, 30 September 2011

Mindset

[...buat para pembaca blog saya, baik yang di Multiply maupun di Blogspot ini, saya harap kalian tidak bosan membaca tulisan saya akhir-akhir ini yang didominasi tema galau ala anak SMA tingkat akhir plus motivasi-motivasi dari saya untuk saya maupun teman-teman seperjuangan...] #sokpunyapembacasetia

Alhamdulillah :) satu minggu telah berlalu lagi :)

Minggu ini sama kayak minggu kemarin: masih banyak tugas, banyak ulangan, daaaaan..... remidi buat yang nilai ulangannya belum mencapai KKM! Minggu ini, mungkin sama stress nya kayak minggu kemarin. Tapi minggu ini, jam tidur saya lebih banyak daripada minggu kemarin. Yeaaahh, walau banyak ulangan, bukannya banyak-banyakin belajar saya malah banyak-banyakin tidurnya, heheh :P ... Entahlah, sepertinya gaya tarik yang dilakukan kasur saya lebih besar daripada gaya yang saya lakukan untuk menjauhi kasur, jadi arah resultan gayanya ya ke kasur X)

Kali ini, saya mau cerita soal temen-temen saya yang sedang beruntung karena mendapat perhatian dari saya [emang siapa elo?!]... Walaupun mungkin mereka nggak ngerasa kalau sedang saya perhatikan, coz saya merhatikannya secara diam-diam [mungkin lebih tepat disebut spying daripada memperhatikan]

Buat temen-temen yang saya jadikan bahan omongan di entry ini, harap diikhlaskan ya? Sama sekali tak bermaksud membuka aib kalian. Hanya ingin menuliskannya supaya bisa diambil hikmahnya oleh banyak orang :) Ya? Ikhlas yaaa? Makasih sebelumnyaa :)

Jadi gini... minggu ini, ada dua orang teman yang berhasil menyita perhatian saya...

Temen 1
Setelah baca notes FBnya barusan aku jadi tahu alesan kenapa dia pingin jadi dokter. Aku jadi tahu juga kalau dia udah berusaha mati-matian buat suka sama yang namanya BIOLOGI [mapel wajib buat yang mau jadi dokter] tapi nilai biologinya selalu gak mencapai target yang sudah ia tetapkan sendiri. Aku juga jadi tahu kalau dia suka gak percaya diri gara-gara ngerasa bahwa dia belum bisa ngebanggain ortu, padahal sodara-sodaranya udah pernah ngebanggain ortu dan mengharumkan nama keluarga. Minggu ini dia juga harus ikut remidi biologi.

Temen 2
Sejauh yang aku perhatikan, dia kelihatan kalem-kalem aja. Tapi ternyata dia juga terserang stress akut minggu ini. Puncaknya adalah dia nggak mau masuk sekolah. Katanya di status FB sih, dia bolos gara-gara gak mau ketemu ulangan matematika dan fisika hari itu. Dia ngerasa belum siap ikut ulangan. Dia nggak mau ikut remidi. Jadi dia lebih pilih ikut ulangan susulan aja deh...

Hmmmm #tariknapasdalem

Gimana cara memotivasi mereka yaa? Rasanya, saya ingin sekali jadi teman baik buat mereka. Yang bisa diajak sharing dan memberi motivasi. Tapi saya ini orangnya gampang bingung. Kalau saya dihadapkan pada seorang kawan yang curhat panjang lebar disertai derai air mata, maka saya hanya mampu terdiam. Maksimalnya, paling hanya beberapa patah kata [yang itu-itu aja] yang mampu saya ucapkan untuk memotivasinya. Saya bingung, saya harus bersikap bagaimana?

Dan saya pun teringat pada sebuah nasyid yang disenandungkan oleh Tiar, judulnya Tak Ada Beban Tanpa Pundak... Silakan disimak dulu... :)


Yaa... Tiada beban tanpa pundak. Allah, sebelum mengamanahkan suatu beban kepada hambaNya, pastilah Ia sudah menganugerahi hamba itu dengan 'pundak' yang mampu menanggung beban tersebut. Simpelnya, Allah itu Maha Pengasih dan Maha Mengenal setiap hamba, jadi Ia tahu kemampuan masing-masing hamba dan Ia tak akan memberikan beban yang melebihi kapasitas kemampuan kita. Kita pasti mampu mengatasi beban itu.... :)

Buat temen 1, temen 2, dan temen-temen yang punya problem sama, aku sarankan: ubah MINDSET kalian. Terutama dalam menghadapi pelajaran.

Apa itu MINDSET?

Mindset adalah cara kita memandang sesuatu; pola pikir kita terhadap sesuatu. 'Sesuatu' dalam konteks ini adalah PELAJARAN SEKOLAH.

[+] Jangan pernah mengatakan suatu pelajaran itu sulit! Karena dengan begitu, tanpa kita sadari kita telah membentuk Mindset negatif terhadap pelajaran itu. Sebaliknya, katakanlah bahwa pelajaran itu menantang dan butuh perhatian khusus. Lalu sediakanlah kesabaran extra untuk memahaminya.

[+] Angka nilai itu tidak selalu mencerminkan tingkat kefahaman seseorang. Jadi, sebaiknya buang jauh-jauh niat belajar untuk dapat nilai bagus. Ganti dengan niat belajar untuk memahami pelajaran itu sendiri. Nggak gampang juga sih, untuk meluruskan niat seperti ini... Tapi tetep harus dicoba :)

[+] Coba juga PDKT sama guru. Mungkin nggak semua guru cocok dengan kita, sehingga kita kerap bingung kalau diajar sama guru itu. Tapi PDKT di sini jangan diartikan sama dengan cari muka lho yaa... Maksud saya, kita jalin hubungan yang baik dan akrab dengan guru. Manfaatkan waktu sebaik-baiknya kalau diberi kesempatan bertemu. Tanyakan materi yang dirasa belum jelas, hingga kita paham. 

[+] Kalau guru sudah menjawab pertanyaan-pertanyaan kita tapi kitanya masih belum ngeh juga soal pelajaran itu, nggak ada salahnya tanya lagi ke orang lain yang lebih faham. Bisa tanya ke temen atau guru les. Kalau nggak ya tanya ke Prof. Google, hehe... Pokoknya kita musti aktif deh, nggak boleh pasif.

[+] Keep praying! Mohon sama Allah supaya diberi hidayah, dibukakan akal dan pikiran untuk memahami suatu pelajaran itu. Dan senantiasa berpositive thinking kepadaNya, bahwa Dia pasti beri kita yang terbaik...


Semoga dapat memotivasi :)






Jum'at 30092011...
30 days remain...

Rabu, 07 September 2011

Ini JEWERAN TERAKHIR !! Sadarlah !!

image taken from here


Ini kisah tentang seorang gadis kecil nan imut, yang sangat cinta permen. Setiap hari, ada saja permen yang menyambangi mulut mungilnya. Mulai dari lollypop, hingga permen cokelat termahal. Namun, sebenarnya si gadis tidak terlalu peka terhadap rasa setiap permen. Baginya, semua permen itu berasa sama: ENAK !!

Sayangnya, ia termasuk anak yang sulit disuruh sikat gigi. Usaha keras ibunya dalam memaksa si gadis paling maksimal hanya mampu membuat gadis itu mengulum sikat gigi yang sudah diberi pasta gigi anak rasa jeruk, atau strawberry. Setelah itu, mau tak mau sang Ibu sendiri yang menggosok gigi gadis kecilnya sembari mengomel, "Pasta gigi ini bukan permen, sayaaaang. Jangan diemut yaaa! Kalau kamu pingin bisa makan permen terus, harus mau rajin sikat gigi... Kalau nggak rajin sikat gigi, nanti permennya nggak mau temenan sama kamu... ya sayang yaaaa..."

Namun, omelan itu bernasib sama dengan omelan-omelan sebelumnya: masuk telinga kanan, langsung keluar telinga kiri. Bahkan tanpa mampir ke otak walau sebentar.

Setiap hari, si gadis terus saja mengulum aneka permen. Akan tetapi, sayang sekali, sang Ibu tidak bisa setiap hari menggosok gigi gadis kecilnya. Seiring dengan bertambahnya umur si gadis, Ibu merasa sudah bukan saatnya lagi ia turun tangan secara langsung. Gadisnya harus mulai diajari tentang tanggung jawab. Sang Ibu hanya sesekali memarahi si gadis yang masih susah disuruh sikat gigi.

Hingga suatu hari, si gadis merintih kesakitan. Ia menangis seharian di kamar. Ada apakah gerangan?

Olala... si gadis sakit gigi rupanya. Segera, sang Ibu mengantar gadisnya ke dokter gigi. 

Setelah memeriksa si gadis, Bu Dokter Gigi yang cantik itu berkata, "Ternyata gigi adik berlubang. Lubangnya udah besar. Harus dicabut giginya. Adik suka makan permen ya?"

Si gadis mengangguk.

"Gosok giginya sehari berapa kali?"

Si gadis terdiam.

"Wah, anak saya ini memang susah disuruh gosok gigi, Dok," jawab sang Ibu.

"Wadhuh... ya jangan begitu dong. Adik mau giginya dicabut semua?"

Si gadis menggeleng.

"Makanya, adik harus rajin gosok gigi yaa? Janji?"

Si gadis mengangguk.

*****

Sadarkah kita, bahwa sebenarnya kisah itu adalah tentang diri kita masing-masing?

Ya, di dalam diri kita, masih terdapat karakter 'si gadis kecil'. Walau kita tak menyadarinya.

Buktinya?

Kita masih sering melakukan sesuatu yang sebenarnya kita tahu bahwa sesuatu itu tidak baik untuk kita. Misalnya, kita berulang kali mengingkari janji, kita berulang kali berkata bohong, kita berulang kali membuang-buang waktu untuk hal tak berguna, dsb-dsb.

Mungkin, di dunia ini kita hanya mendapat jeweran-jeweran kecil dari orang-orang yang kita ingkari janji, yang kita bohongi. Namun, di akhirat nanti, janji-janji dan kata-kata bohong itu sendiri yang akan menjewer kita. Mungkin kita masih bisa menghibur diri dan tidak meratapi setiap detik yang telah kita buang percuma dalam kehidupan. Akan tetapi, bisa dipastikan di akhirat nanti kita akan sangat menyesalinya.

Ya, kitalah si gadis kecil...

Sudah berulang kali kita mendapat jeweran lantaran nekat menuruti hawa nafsu negatif. Sayangnya, berulang kali pula kita melupakan jeweran itu dengan mudah, dan kembali berkawan dengan nafsu.

Tidak pernah merasa dijewer?

Hati-hati !! Jangan-jangan nurani anda sudah mati...




Dini hari Rabu, 7 September 2011
ditulis setelah penulis merasa dijewer lagi
dan semoga setelah jeweran yang ini, penulis jadi kapok

Kamis, 01 September 2011

Saat Kejelasan Tak Mampu Didapat...

"Sebaiknya tahu dengan pasti daripada berangan-angan dalam ketidakpastian"
[Jiwa yang Termaafkan halaman199-200, by Teungkumalemi]


Setuju! Aku setuju!

Berangan-angan dalam ketidakpastian hanya akan menyakiti kita sendiri. Angan-angan itu hanya akan semakin mengubur dalam 'potensi juara' yang kita miliki.


Alkisah, ada seekor ulat yang baru saja melihat indahnya dunia. Seiring dengan berlalunya waktu, ia mendapati suatu saat jika ia menengadahkan kepalanya, ia bisa melihat banyak benda berkelip yang indah. Kita tahu benda-benda yang ia maksud itu adalah bintang-bintang.

Ulat itu jatuh hati pada keelokan langit malam. Ia juga memperhatikan, bahwa ia tak bisa berjumpa pujaannya setiap detik. Selalu saja ada beberapa jam di mana bintang-bintang itu menghilang entah ke mana. Langit pun benderang.

Di saat-saat seperti itu, si Ulat terus saja memikirkan bintang. Ia khawatir akan keadaan bintang. Ia khawatir kalau dia tidak bisa melihat bintang lagi. 

Hingga suatu hari, ia mendapatkan titah untuk bermetamorfosa. Ia bingung. Ia masih merasa tak sanggup untuk meninggalkan bintangnya. Ia takut metamorfosa itu akan terasa terlalu lama. Ia takut, kalau saat ia sudah menyelesaikan metamorfosanya dan kembali melihat dunia luar, bintang sudah pergi selamanya. Ia takut... Ia takut...


Jika kamu jadi Ulat itu, apa yang akan kau lakukan? Apa yang kau pilih?

Orang yang masih berpikir rasional, pasti akan memilih untuk tetap bermetamorfosa. Karena ia tahu, dengan menjalani proses itu, ia akan menjadi individu yang lebih baik.

Namun, seringkali rasa 'cinta' di hati ini membuat kita enggan bermetamorfosa. Kita enggan meninggalkan zona nyaman, di mana kita bisa memandang, memikirkan, dan mengetahui keadaan sang pujaan hati.

Itu cinta yang buruk! Meski dirasa indah... 

Maka, ayolah!!! Ayo kita kuatkan diri untuk menanggapi suatu rasa bernama cinta...


Ulat itu mulai larut dalam pemikiran. Saat bintang-bintang itu muncul kembali, si Ulat pun memberanikan diri...

"Hey! Tahukah kau bahwa aku ini cinta kamu?!"

Tak ada jawaban...

"Kenapa kau harus hadir dalam hidupku?! Kenapa pula kau selalu datang tepat waktu dan jumpai aku?! Kau tahu, itu telah membuatku berharap padamu!"

Hening...

"Sebenarnya, adakah sedikit saja rasamu untukku?"

Si Ulat kecil mulai terisak. Malangnya ia tak pernah tahu bahwa jarak antara tempat berpijaknya dengan bintang adalah sangat jauh sekali. Hingga tak mungkin teriakannya sampai terdengar oleh pujaan hatinya itu. Bahkan bintang yang ia puja itu juga tak pernah mampu melihat tubuh kecilnya di bumi.

"Kumohon... Jelaskan padaku! Beri aku kejelasan!" rengek si Ulat.

Bintang-bintang terus berjalan melintasi langit. Perlahan namun pasti, meninggalkan si Ulat yang masih saja menangis karena sebuah rasa...


Saat kita terlalu pengecut untuk mencari kejelasan itu, ada baiknya kalau kita mau berusaha melupakan saja rasa cinta tersebut. Siapa tahu kita akan berhasil melepaskan diri dari rasa itu...



tulisan acak-acakan, yang terlahir tanpa direncanakan
ditulis untuk mengurangi beban hati
Solo 01092011 9.00 a.m.