"Sebaiknya tahu dengan pasti daripada berangan-angan dalam ketidakpastian"
[Jiwa yang Termaafkan halaman199-200, by Teungkumalemi]
Setuju! Aku setuju!
Berangan-angan dalam ketidakpastian hanya akan menyakiti kita sendiri. Angan-angan itu hanya akan semakin mengubur dalam 'potensi juara' yang kita miliki.
Alkisah, ada seekor ulat yang baru saja melihat indahnya dunia. Seiring dengan berlalunya waktu, ia mendapati suatu saat jika ia menengadahkan kepalanya, ia bisa melihat banyak benda berkelip yang indah. Kita tahu benda-benda yang ia maksud itu adalah bintang-bintang.
Ulat itu jatuh hati pada keelokan langit malam. Ia juga memperhatikan, bahwa ia tak bisa berjumpa pujaannya setiap detik. Selalu saja ada beberapa jam di mana bintang-bintang itu menghilang entah ke mana. Langit pun benderang.
Di saat-saat seperti itu, si Ulat terus saja memikirkan bintang. Ia khawatir akan keadaan bintang. Ia khawatir kalau dia tidak bisa melihat bintang lagi.
Hingga suatu hari, ia mendapatkan titah untuk bermetamorfosa. Ia bingung. Ia masih merasa tak sanggup untuk meninggalkan bintangnya. Ia takut metamorfosa itu akan terasa terlalu lama. Ia takut, kalau saat ia sudah menyelesaikan metamorfosanya dan kembali melihat dunia luar, bintang sudah pergi selamanya. Ia takut... Ia takut...
Jika kamu jadi Ulat itu, apa yang akan kau lakukan? Apa yang kau pilih?
Orang yang masih berpikir rasional, pasti akan memilih untuk tetap bermetamorfosa. Karena ia tahu, dengan menjalani proses itu, ia akan menjadi individu yang lebih baik.
Namun, seringkali rasa 'cinta' di hati ini membuat kita enggan bermetamorfosa. Kita enggan meninggalkan zona nyaman, di mana kita bisa memandang, memikirkan, dan mengetahui keadaan sang pujaan hati.
Itu cinta yang buruk! Meski dirasa indah...
Maka, ayolah!!! Ayo kita kuatkan diri untuk menanggapi suatu rasa bernama cinta...
Ulat itu mulai larut dalam pemikiran. Saat bintang-bintang itu muncul kembali, si Ulat pun memberanikan diri...
"Hey! Tahukah kau bahwa aku ini cinta kamu?!"
Tak ada jawaban...
"Kenapa kau harus hadir dalam hidupku?! Kenapa pula kau selalu datang tepat waktu dan jumpai aku?! Kau tahu, itu telah membuatku berharap padamu!"
Hening...
"Sebenarnya, adakah sedikit saja rasamu untukku?"
Si Ulat kecil mulai terisak. Malangnya ia tak pernah tahu bahwa jarak antara tempat berpijaknya dengan bintang adalah sangat jauh sekali. Hingga tak mungkin teriakannya sampai terdengar oleh pujaan hatinya itu. Bahkan bintang yang ia puja itu juga tak pernah mampu melihat tubuh kecilnya di bumi.
"Kumohon... Jelaskan padaku! Beri aku kejelasan!" rengek si Ulat.
Bintang-bintang terus berjalan melintasi langit. Perlahan namun pasti, meninggalkan si Ulat yang masih saja menangis karena sebuah rasa...
Saat kita terlalu pengecut untuk mencari kejelasan itu, ada baiknya kalau kita mau berusaha melupakan saja rasa cinta tersebut. Siapa tahu kita akan berhasil melepaskan diri dari rasa itu...
tulisan acak-acakan, yang terlahir tanpa direncanakan
ditulis untuk mengurangi beban hati
Solo 01092011 9.00 a.m.
test test... apakah comment box ini berfungsi??
BalasHapus